Kamis, 08 Februari 2018

KARYA  NGENTEG LINGGIH PURA DALEM LAN MERAJAPATI DESA ADAT JELIJIH MEGATI

 "om Swastyastu "

 Menurut Lontar Dewa Tattwa di tulis :  " asing - asing ngwangun Kahyangan Anyar utawi mecikang akidik (nayug) Palinggih sane wenten utawi mecikang  make sami (bungkah) Palinggih sane wenten, wenang kelaspas alit rumuhan " artinya : " Jika membangun Kahyangan baru atau memperbaikinya sedikit Palinggih yang sudah ada atau memperbaiki semua Pelinggih yang sudah ada, harus dilakukan upacara Melaspas. Setelah berjalan lima tahun atau lebih harus segera melakukan karya " Mamungkah ". Jadi upacara Mamungkah ini baru dilakukan atau dilengkapi kekurangan upacaranya setelah 5 tahun dari perbaikan atau pembangunannya yang baru.
Melaspas berasal dari kata mala yang artinya kotor, pas artinya melepaskan, melaspas artinya melepaskan kekotoran atau keletehan. Tujuan dari pada Melaspas ini adalah untuk menghilangkan segala kekotoran maupun segala yang bersifat tidak baik sehingga menjadi baik atau suci terlepas dari segala hal-hal yang sifatnya menyesatkan atau kotor pada Pura Kahyangan kita yang akan di Pelaspas nantinya. Sesudah dilaksanakan upacara pemelaspasan berarti Pura kahyangan telah suci, selanjutnya akan diadakan upacara Pengenteg Linggih yang tujuannya Mengantegang Pelinnggihan Ida Bhatara- Bhatari yang menempati/ melinggih di Pura Kahyangan tersebut.
Dari Pengertian serta penjabaran diatas, Krama Banjar Desa Adat Jelijih mengadakan rapat/ peparuman pada tanggal 18 Juni 2016 dan Tanggal 20 Juni 2016, dan sepakat untuk menyatukan pendapat dan menghasilkan keputusan bahwa akan mengadakan Yadnya yang berupa Karya Agung mamungkah Ngenteg Linggih pada Hari.Puncak Karya Soma Klau Tgl 2 januari 2017, dan dimulai dudonan karya pada Soma uye Tgl. 21 september sampai dengan nyineb Redite Dukut Tgl. 8 januari 2017.
Karya Mamungkah Ngenteg Linggih Mabagia Phalakerti yang artinya berdasarkan atas hati yang kuat, di barengi atas perbuatan yang baik dan luhur, semoga akan mendapatkan kesentosaan dan kedamaian dalam menjalani kehidupan bermasyarakat baik skala maupun niskala. Dalam pelaksanaan Yadnya ini nantinya sudah memenuhi syarat sesuai dengan  hasil rapat/ paruman Sulinggih se Bali mengenai upacara Yadnya Mamungkah yang dilaksanakan pada tahun 2000, dan menghasilkan 3 kebijaksanaan dalam pelaksanaan yadnya yaitu :
  1. Upacara Mamungkah Palet Utamaning Utama
  2. Upacara Mamungkah Palet Utamaning Madya
  3. Upacara Mamungkah Palet Utamaning Kanista
Walaupun di bedakan menjadi tiga, tapi mamfaatnya/ kegunaanya sama yaitu untuk mencapai keharmonisan dalam hubungan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam semesta. Yadnya apapun bentuknya yang kita laksanakan baik sederhana maupun utama kalau di lakukan atas dasar hati yang suci, tulus ikhlas maka itu yang sebut sebagai  Yadnya Utama atau Satwika Yadnya yaitu urutan yadnya paling atas dan wajib dilakukan di Pura Kahyangan Jagat dan Tri Kahyangan. Maka dari itu pada kesempatan ini Krama Banjar Pekraman Desa Adat Jelijih melaksanakan urutan nomor dua karena pelaksanaanya adalah di pura Tri Kahyangan dan sudah termasuk sangat utama sekali. Kalau kita perhatikan dari isi sastra di atas maka inti tujuan dari pada semua pelaksanaan Yadnya  tersebut adlah Mamahayuning Desa . Karena tujuan dari Yadnya tersebut  sangat Utama sekali dan mari kita sambut dengan niat yang Yasa Kerti/ baik  supaya dapat berjalan dengan Rahayu Rahajeng, labda karya, dan diharapkan tidak ada halangan dan sesuai dengan harapan para krama Desa Adat Jelijih . Berhubungan dengan hal tesebut ada tiga tata krama yang sangat penting untuk di laksanakan pada  hubungan dengan Upacara Yadnya Ini :
  1. Yasa Kerti berupa Tata Krama
  2. Yasa Kerti brupa Dana Punia 
  3. Yasa Kerti Berupa Upacara-upacara
Kalau di perhatikan isi sastra di atas maka tujuan dari semua Karya Upacara ini tidak lain adalah membuat Kerahayuan / Kedamaian ( Shanti ) dari pada desa Pekraman. Karena tujuan upacara ini sangat mulia bagi segenap Krama Desa dan lingkungan Desa Pekraman, hendaknya kita sambut dengan Yasa Kerti (pengendalian diri ) yang bersinergi demi tercapainya kualitas upacara yang maksimal sesuai dengan tujuan kita melakukan  Upacara Dewa Yadnya yaitu melepaskan segala kekotoran : manah, wacika, kayika sehingga tercapai kehidupan yang harmonis antara hubungan dengan Hyang Widhi, alam semesta serta hubungan antara sesama manusia. Terkait dengan pelaksanaan Yasa Kerti selama Upacara Yadnya ini berlangsung , ada 3 bagian Yasa Kerti yang wajib di laksanakan agar upacara Dewa Yadnya Ngenteg Linggih di pura Dalem dan di pura Mrajapati Desa pekraman Jelijih dapat berjalan dengan baik sesuai harapan kita semua yaitu :
  1. Yasa Kerti yang berupa Tata Krama
  2. Yasa Kerti yang berupa Dana Punia
  3. Yasa Kerti yang berupa Upacara /Upacara
  1. Yasa Kerti Tata Krama
Pada saat pelaksanaan Yadnya ini sangat di harapkan untuk selalu menjaga sikap kita yang kita sebut dengan Tata Krama atau Tata Susila, yaitu selalu berprilaku baik : berpikir yang jernih, berkata yang sopan, serta bertindak yang benar sesuai ajaran  Hindu Dharma sebagai penuntun kita yang sudah kita anut sejak jaman Leluhur kita dulu, sehingga dapat mengantar Yadnya ini pada tujuannya sesuai harapan kita dalam melaksanakan Upacara Yadnya ini. Untuk itu terdapat Lontar Dewa Tattwa yang isinya menggambarkan bagaimana pelaksanaan Yasa Kerti Tata Krama tersebut :
" Kramanya Sang Kumingkin Karya Sanistha, Madya, Utama, Manah lega dadi ayu, ayasa angalem druweya mwang kamungutan kalilirang wong-atuha, ayasa angambekaken krodha mwang ujar ganggsul, ujar menak juga kawedar denira, mangkana kramanya sang angre paken karya, anyawa sim, panging budhi mwang krodha"

Artinya :
Beginilah tata cara Sang / Damuh jika akan melaksanakan Upacara Alit, Menengah ataupun Agung wajib melakukan pikiran yang suci dan jernih, tidak boleh merasa menyesal memberi atau menghaturkan punia, tidak boleh bersikap marah, egois, merasa paling benar, tidak boleh melawan piteket/ arahan Sulinggih(Wiku/ Wicaksana), tidak boleh mengeluarkan kata-kata kotor/ menyinggung apalagi berkata marah, berkata yang enak di dengar dan sopan dan tidak memancing prasangka serta kebencian, serta berperilaku yang baik dengan dasar manah/pikiran yang jernih serta dasar perkataan yang sopan dan penuh kasih.
Dalam Lontar Tutur Gayatri kembali di katakan :

" Nihan kaweruhakena tata kramaning dadi wong, tan wenang nwangun karya ametik, aguntingan, asasapuh ring sanggar mwang pura sakalwiranya, mwang ametik, aguntingan, ameras sentana, maingkup makadi mwang kaka, sanak diya, nyama mantuk mekadi khaki kumpi sumurup ring sithi kang durung mebeya mwang mentas, tan yogya nwangun karya sekadi kecaping ajeng,apa marpannya makana, apan bhuana agung mwang bhuana alit kari cemer"


Artinya :
Perlakuan Tata Krama ini supaya dilaksanakan, sebagai manusia dalam dalam pelaksanaan Karya Yadnya seperti : melaspas, ngenteg linggih di  Sanggah atau di Pura Kahyangan yang lain. Pada saat menjelang sampai puncak upacara yadnya ini tidak boleh melaksanakan upacara yadnya Metelu Bulanan, meras pianak, nganten lebih jelasnya Upacara Manusa Yadnya. Seumpama ada yang mempunyai Bapa, Meme, putra, ari, raka, byang, kumpi, masih belum diaben tidak di bolehkan melakukan upacara pitra yadnya utawi ngaben, karena jagat Agung dan Alit masihcemer (leteh). Berdasarkan makna kalimat mengenai tentang sawa yang belum mepengentas, yang berkaitan dengan pelaksanaan Upacara Yadnya ini sudah di sepakati melalui parum Sulinggih pada waktu Karya Panca Wali Krama dan Eka Dasa Ludra di Pura Besakih pada saat itu, dan mendapat kesepakatan serta keputusan yang berisi :

"  Pada setiap pelaksanaan Upacara Karya Agung Panca Wali Krama dan Eka Dasa Ludra di Pura Besakih, bagi siapa yang mempunyai pitra masih mapendem di setra, agar tidak ngaletehin pelaksanaan Karya, di benarkan parisudha dengan tirtha pamarisuda yang di tunas dari Pura Dalem dan Pura Mrajapati ( wilayah Bali ), kalau di wilayah desa pekraman nunas di pura Dalem dan Pura Mrajapati di tempat pelaksanaan Yadnya".
Berdasarkan atas isi lontar di atas dan paruman Krama Banjar Pekraman Jelijih telah mengeluarkan keputusan Yasa Kerti berupa Tata Krama seperti di bawah ini :
1. Krama Desa dalam pelaksanaan karya ini wajib melaksanakan Tri Hita Karana :
  1. Berpikir Yang Bersih dan Benar.
  2. Berkata Yang Baik dan benar
  3. Berbuat yang Baik dan Benar
2.  Pada pelaksanaan ngayah krama desa wajib berbusana Adat Bali.
3.  Sebelum masuk ke Pura patut nyiratin angga dengan tirtha pebersihan/penglukatan yang sudah disediakan
      di depan lawang kori Agung.
4. Krama banjar yang sedang kotor kain / menstruasi khususnya bagi yang wanita, sangat disarankan untuk     tidak memasuki pura atau nanding suci, Bagya Pulakerti, Catur atau upakara lainnya yang naik di sanggah
    tawang.
5. Tidak di bolehkan melakukan Upacara Pitra Yadnya dirumah Krama Banjar semasih Upacara Linggih ini     berlangsung.
6. Dari segenap rangkaian upacara /dewasa yang sudah di jadwalkan ( mulai matur piuning tanggal : 23
    November 2016 ) jika ada salah satu krama adat yang meninggal , wajib kita mentaati aturan berikut :
  1. Tidak di bolehkan membunyikan kulkul.
  2. Jika ada Pemangku yang meninggal boleh diringkes seperti biasa sampai naik tumpang salu lalu di baringkan di rumahnya, sesudah puput karya baru boleh diaben. jika sudah selesai cuntaka / sebel, menurut awig-awig / perarem di desa pekraman boleh ngayah ke pura.
  3. Jika ada krama desa yang meninggal boleh di kubur pada hari itu juga, pada waktu sandi kala.
  4. Jika salah satu krama desa meninggal, maka yang sebel/cuntaka adalah keluarga yang meninggal bersangkutan.
  5. Jika salah satu keluarga besar mrajan gede meninggal, tapi lain desa pekraman maka boleg ke pura, dengan syarat tidak mengambil / ngarap mayat sang jadma yang sudah meninggal.
2. Yasa Kerti Dana Punia
   Dana punia berasal dari kata dana yang berarti " Artha Berana" punia berarti pemberian yang iklas, jadi dana Punia berari Pemberian Arta Berana Yang Tulus Iklas. Selain itu ada pula Punia yang tidak berwujud dalam skala yang juga disebut : " Jiwa Dana atau Dana Kodyantmikan" yang berarti pemberian berupa ilmu pengetahuan. Di dalam pelaksanaan upacara yang besar seperti ngenteg linggih ini memerlukan biaya yang cukup besar, maka dari itu panitia upacara sangat merespon segala bentuk Dana Punia dari siapa saja yang sudi kiranya Medana Punia pada upacara ngenteg linggih di pura Dalem dan Pura Mrajapati Desa Pekraman Jelijih Ini. Dan punia ini mamfaatnya sangat besar untuk yang berdana punia, seperti dikatakan dalam sastra :
1. 1. Slokantara 169 :
" Ikang tan dhana, tan bapa, tan ibu amukti phalanya ika,sang gumawekayen ikang dana punyajuga mukti phalanikang dana punya :
Artinya :
" Tidak I Bapa, tidak imeme dan tidak siapa saja yang akan menerima phala / buah dana punia itu tidak lain adalah yang medana punia.

2. 2. Manawadharma Sastra Sargah IV bait 230 :
  "Bhumido bhumin apnoti Dhengham ayurhi hanyadah Grahado ghravani wesmani Rupam utanam "
Artinya :
Yang berdana punia tanah akan mendapat swarga, yang berdana punia emas akan mendapat umur panjang, yang berdana punia rumah aka mendapat tempat yang agung, yang berdana perak akan mendapat mendapat keasrian. 

      1. C. Yasa Kerti Dalam pelaksanaan Upacara/ Upakara

Upakara adalah hal yang terpenting dalam pelaksanaan Upacara. Tidak ada Upacara Agama Hindu tanpa Upakara. Upakara bisa disamakan pengertiannya dengan Banten. Upakara adalah sebagai bentuk sarana untuk mengingatkan diri kita atau srana bhakti ( yadnya/ majeng ring Ida Sang Hyang Wasa ). Ngelingang artinya menyadarkan. Maka dari itu sarana pengeling tersebut di namakan banten yang berasal dari kata bahna + enten, bahan artinya sarana, enten artinya ingat/ sadar. Membuat  Upakara Banten boleh asl membuat , sang pembuat banten harus melalui persyaratan membuat banten yaitu mewinten " tapini" , dan pada saat membuat banten hendaknya menuruti aturan seperti dikutip dalam lontar Dewa Tatwa :
 " Kayatnaken mngke, aywa saulah-ulah lunaku , ngulah subal ynatan mabener anut ling haji, nirgawe pwarannya, kawalik purihnya ika , amrih ayu bhykata atemahan hala, mangkana wenang ika Kapratyoksa de sang anukangi ( sang Andikasani)"
Artinya:
"Dengarkan sekarang , jangan asal  bertindak , bertindak ceroboh, kalau tidak sesuai dengan isi pustaka suci yang kita miliki, dan tidak akan berbuah yadnya yang kita lakukan, dan akan berbalik dari mendoakan kebaikan malah sebaliknya akan mendapatkan mala petaka, itu sebabnya ingat selalu kalau I dewa menjadi tukang Banten "
Maka dari itu menjadi SAng Andikani ( Tukang Banten ) melakukan pekerjaan wajib menancapkan Sanggah untuk mengayat/ memuja Dewa Tukang Banten yang bernama " Bhatari Tapini ". Berdasarkan pengertian diatas dalam proses pembuatan upakara itu setidaknya tidak melempas dari isi lontar atau sastra sebagai asal mula pelaksanaan upakara di Bali.

Demikian telah dijelaskan beberapa mengenai rangkaian pelaksanaan upacara Yadnya Ngenteg Linggih yang erat kaitannya dengan pelaksanaan Upacara Yadnya Ngenteg Linggih Pura Dalem dan Pura Mrajapati Desa Pekraman Jelijih, dan semoga mendapat manfaat dalam tulisan ini untuk kita perbandingan  pemahaman kita masing - masing sesuai dengan tingkat pengetahuan kita.

Rangkaian Upacara Ngenteg Linggih Pura Dalem Lan Pura Mrajapati Desa Pekraman Jelijih




Antusias krama adat dan seluruh warga serta rasa tulus  dalam menyambut karya agung ngenteg linggih di Pura Dalem dan Pura Mrajapati adalah pertanda para krama adat sangat menghormati kelangsungan karya Agung ini. Demikian halnya manggala Karya sebagai ujung tombak Karya Agung Ini sangat bersemangat dan menginspirasi masyarakat agar bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan kerahayuan dan kesuksesan pada setiap langkah pelaksanaan Upacara Ngenteg Linggih ini.

Pada tujuan akhir dari pada Upacara Ngeteg Linggih Pura Dalem Dan Pura Mrajapati adalah untuk mewujudkan Desa Pekraman Jelijih yang harmonis ,seimbang, dijauhkan dari segala byuta serta terwujudnya gumi yang gemuh kerta raharja, apa yang kita tanam dalam pertanian dalam bekerja sebagai profesi apapun akan membuahkan hasil yang bermanfaat bagi kehidupan kita dan orang lain, paras-paros, pakedek -pakenyum, saling asah- asih -asuh,  sesuai dengan persyaratan Yadnya dalam sastra Agama Hindu dan telah kita persembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sebagai bentuk bakti serta mengakui keagungan manifestasi beliau.

Pada penutup kata tidak lupa kami atas nama seluruh krama adat Desa Pekraman Jelijih mendoakan kehadapan ahu Ida Sang Hyang Prama Kawi  semoga Upacara Yadnya Ngenteg Linggih Pura dalem Lan Pura Mrajapati berjalan dengan lancar dan rahayu dan apabila terjadi halangan dapat kita atasi sehingga bisa  sesuai dengan harapan kita semua.

" Om Shanti Shanti Shanti Om"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar