Jumat, 05 Agustus 2016

Tradisi Nginang

Pabwan

 
Tradisi Nginang Ala Bali

Tidak gampang menemui warga yang masih melakukan tradisi nginang dewasa ini. Hanya di pedesaan kegiatan ini bisa dijumpai dan itupun terhitung hanya bagi generasi tua umur 60 tahun keatas. Nginang adalah kebiasaan memakan daun sirih yang dilengkapi dengan beberapa jenis isian seperti kapur, buah pinang dan gambir. Sementara “Pabwan” adalah nama dari tempat menyimpan semua keperluan tersebut. Kegiatan ini biasa dilakukan sehabis makan agar mulut tidak terasa hambar. Setelah nginang biasanya dilanjutkan dengan “Mesigsigan” membersihkan mulut atau gigi dengan tembakau. Sepintas kegiatan ini serupa dengan kebiasaan merokok pada kehidupan anak muda sekarang.
Seperti halnya kebiasaan merokok atau minum kopi, menginang juga biasanya diawali dengan mencoba-coba dulu yang berfungsi untuk menghilangkan rasa hambar di mulut sehabis makan, dan lama-lama menjadi ketagihan. Tetapi efek samping yang diakibatkan tidaklah seberbahaya merokok yang cenderung negatif, malah sebaliknya bisa membuat gigi menjadi lebih kuat menurut cerita para orang tua dulu. Hanya saja mereka harus lebih rajin membersihkan gigi karena campuran zat-zat dalam daun sirih, kapur, buah pinang dan gambir sangat cepat membentuk karang gigi yang berwarna hitam dimana secara langsung membuat senyum kurang menarik.
Menginang juga memiliki beberapa fungsi atau arti lain di pergaulan social masyarakat Bali diantaranya sebagai sajian buat tamu kehormatan, sebagai sarana pengobatan tradisional dan juga sebagai pelengkap sesaji untuk jenis-jenis banten tertentu, dalam hal ini disebut lekesan. Bagi pecandu berat, mereka tidak bisa lepas dari barang-barang kinangan tersebut sehingga kemanapun mereka pergi selalu membawa perlengkapan terkait. Cara mereka membawanya sangat bervariasi biar tidak mengganggu aktivitas dimana biasanya dibungkus daun atau pembungkus lain yang diselipkan di pinggang. Hal ini disebut “Buntilan”. Kadang mereka membawa tas kecil terbuat dari anyaman lontar atau dari serat lapis kelapa yang disebut kompeks. Kalau aktivitas tidak memungkinakan untuk membawanya, mereka biasanya mencari warung terdekat guna membelinya.

Hampir setiap rumah memiliki sarana menyimpan perlengkapan menginang yang disebut pabwan tadi, berupa kotak kayu yang diberi sekat-sekat tertentu untuk tempat masing-masing bahan. Bentuk pabwan juga sangat bervariasi dan sangat tergantung dari jiwa seni dari orang yang membuatnya. Pabwan juga kadang dlengkapi dengan satu alat terpisah yang disebut penglocokan yang berfungsi untuk menghancurkan lipatan sirih yang sudah dikasi bahan-bahan pelengkap. Alat ini diperlukan bagi mereka yang giginya sudah tidak kuat lagi untuk menguyah atau tidak memiliki gigi sama sekali seperti kakek-kakek. Ada baiknya tradisi ini perlu kita kemabangkan dan terapkan lagi, mengingat harga rokok sudah semakin melambung tinggi, apa lagi rencananya Pak Presiden Jokowidodo akan menaikkan harga rokok hingga Rp 50. 000 / bungkusnya, disamping merokok juga tidak baik bagi kesehatan. Bagaimana tertarik untuk mencoba tradisi nginang ? mari kita lestarikan budaya dan tradisi Bali agar tidak punah di telan jaman, jangan kita bangga dalam kelimpahan hidup di jaman serba ada ini karena jelas-jelas efek dan dampaknya cukup mengejutkan terutama terhadap segala aspek kehidupan kita di Bali. Rahajeng semoga bacaan ini bermanfaat sebagai cermin untuk menyikapi perilaku hidup pada jaman sekarang ini. Om Canti, Canti, Canti Om.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar